Penulis : Abu Fahmi (aktivis Sekolah Alam Indramayu)
KARENA kesibukan kerja, akhirnya bayak orang tua berupaya supaya anaknya bisa bersekolah atau belajar di pondok pesantren. Harapannya, pendidikan anak bisa terjamin sedang orang tua bisa bekerja dengan tenang. Idealnya demikian, namun fakta yang terjadi tidak jarang malah sebaliknya.
Orang tua sibuk bolak balik ke pesantren karena anaknnya ternyata sering mendapatkan masalah di pondok. Bahkan extrimnya sampai ada anak yang pulang ke rumah tanpa izin dan tanpa sepengetahuan pengasuhnya di pondok, alias kabur.
Menghadapi kasus ini diperlukan kesabaran dan ketenangan orang tua, supaya tidak buru buru mencap anaknya sebagai anak yang cengeng, tidak taat, malas dan sebutan lain yang bersifat negative kepada anak. Mengapa demikian?
Karena ada beberapa alasan yang rasional dan selayaknya kita perhatikan dengan serius supaya terhindar dari kesalahan fatal dalam memperlakukan anak, khususnya yang berkaitan dengan pendidikan dan masa depan anak.
Sebagai orang tua kita harus memahami bahwa ada beberapa alasan mengapa beberapa anak mungkin tidak betah di pesantren, sehingga keberadaannya di pesantren harus dipikir ulang.
Meskipun pengalaman ini dapat sangat bervariasi tergantung pada anak dan situasi di pesantren namun beberapa hal ini mungkin bisa memberikan pemahaman yang lebih baik bagi para orang tua.
1. Perbedaan Lingkungan:
Budaya: Pesantren memiliki budaya dan tradisi yang mungkin berbeda dengan lingkungan rumah anak. Anak akan mengalami kesulitan apabila sebelumnya tidak ada adaftasi dengan budaya pesantren. Misalnya dalam hal kebiasaaan dalam tata cara ibadah, pola makan, serta norma-norma sosial.
Kebebasan Terbatas: Di pesantren, sudah dimaklumi anak-anak tentu mengalami pembatasan kebebasan yang tidak mereka alami di rumah. Ini termasuk pembatasan dalam menggunakan gadget, pembatasan kegiatan di luar pesantren dll.
2. Tuntutan Pelajaran:
Kurikulum: Pesantren biasanya memiliki kurikulum agama yang intensif. Mungkin saja anak kita merasa tertekan dengan beban pelajaran agama yang berat, terutama jika mereka tidak memiliki minat khusus dalam bidang tersebut. Oleh karena itu memulai pendidikan dasar di sekolah yang mengintegrasikan pendidikan agama dan umum akan sangat membantu anak menjadi lebih siap menghadapi padatnya pelajaran di pesantren.
Anak yang sudah terbiasa dengan program pendidikan yang full day tentu akan lebih siap secara mental. Kesulitan Belajar: Anak-anak dengan kesulitan belajar mungkin merasa terpinggirkan atau sulit menyesuaikan diri dengan metode pengajaran di pesantren.
Oleh karena itu tidak heran jika pesantren yang sudah ternama pasti mengadakan seleksi masuk untuk mengukur kesiapan anak secara akademik supaya terpilih hanya anak yang siap secara akademik dan memiliki dasar pendidikan agama sebelumnya; misalnya sudah menguasai baca quran secara baik yteristimewa jika memiliki hapalan.
3. Hubungan Sosial:
Sulit Berinteraksi: Beberapa anak mungkin sulit berinteraksi sosial, terutama jika mereka adalah introvert atau memiliki masalah sosial.
Bullying atau Pelecehan: Pengalaman buruk seperti bullying atau pelecehan oleh sesama siswa atau bahkan staf pesantren dapat membuat anak merasa tidak nyaman dan tidak aman. Jika orang tua tidak memahami amasalah ini, karena sikap anak yang tertutup atau mersasa terancam jika ia buka mulut, maka ini akan berdampak serius pada perkembangan kejiwaan anak. Ini bisa menjadi trauma berkepanjangan.
Oleh karena itu perlu upaya yang sabar dalam menggali infor,masi dari anak sehingga kalau perlu kita sehgera melakukan penarikan atau memindahkan anak ke tempat lain yang lebih tepat sebelum terjadi hal berbahaya bagi anak yang tidak kita inginkan
4. Ketidaknyamanan Emosional:
Rasa Rindu: Rasa rindu pada keluarga dan teman-teman di rumah bisa sangat mengganggu dan membuat anak sulit berkonsentrasi. Ini adalah kondisi sakit secara batin (home sick). Untuk mengatasi masalah ini diperlukan jadwal teratur untuk berkomunikasi dengan anak. Baik secara on line melalui telpon musyrif (penanggung jawab asarama), dan terutama secara off line dengan melakukan penjengukan secara rutin. Ini akan memberikan rasa tenang kepada anak karena ada kejelasan jadwal melepas rasa rindu.
Dan yang tak kalah penting, harus diupayakan agar anak memiliki teman dan kegiatan, misalnya ekskul, yang ,menjadi kesukaan dan minatnya. Dan upaya pencarian kegiatan yang menjuadi ini harus segera, sehingga bisa mengalihkan rasa rindu (home sick) karena kegiatan yang merupakan hobi akan memunculkan rasa bahagia, sehingga anak terhindar dari stress dan depresi.
JIka anak terlanjur stress dan depresi, mungkin sangat sulit menemukan penyesuaian dengan lingkungan baru di pesantren, sehingga pilihan yang bijak adalah menariknya kembali ke rumah sebelum dia memaksa dengan pulang tanpa ijin dari pondok
5. Ketidaksesuaian dengan Keinginan Karir atau Minat:
Minat Karir: Jika anak memiliki minat dan cita-cita yang tidak sesuai dengan pendidikan pesantren, mereka mungkin tidak merasa termotivasi untuk tinggal di sana. Oleh karena itu survey adalah langkah awal yang tepat. Bukan hanya untuk melihat suasana lokasi, gedung asrama dan sarana lainnya, tapi juga untuk melihat program atau kurikulum. Apakah sesuai dengan minat dan bakat anak atau tidak.
Pilihan Hidup:
Beberapa anak mungkin tidak merasa bahwa pesantren adalah pilihan hidup yang sesuai dengan nilai-nilai atau aspirasi mereka. Ini menunjuikkan pendidikan dasar yang ditempuh sebelumnya atau suasana kultur yang berlaku di rumah tidak mengarah untuk menyiapkan anak masuk pondok pesantren.
Perlu evaluasi ulang, melihat bakat dasar yang menonjol pada anak. Jangan masuk ondok karena ikut tren semata. Tapi lihat kemampuan dasar pada anak kita terlebih dahulu.
6. Masalah Kesehatan atau Kebutuhan Khusus:
Masalah Kesehatan Mental atau Fisik: Anak-anak dengan masalah kesehatan mental atau fisik mungkin membutuhkan perawatan khusus yang tidak dapat diberikan di lingkungan pesantren. Memang idealnya, lembaga pendidikan seperti pesantren, mestinya memiliki juga lembaga semacam LSU (Learning Support Unit) yang dipimpin oleh seorang psikolog.
Sehingga, problem kesehatan mental bisa dideteksi saat dilakukan assessment-diagnostic. Sehingga bisa disiapkan program kegiatan yang pas untuk anak tersebut. Cuma masalahnya tidak selesai di situ. Akan berlanjut perlunya ada poendamping khusus. Dan ini tentu tidak mudah untuk menyediakan tenaganya.
Akan terlalu besar buget yang harus disediakan oleh pesantren Kebutuhan Khusus: Anak-anak dengan kebutuhan khusus mungkin membutuhkan pendekatan pendidikan yang sangat spesifik yang tidak selalu dapat disediakan di pesantren.
Berbeda dengan yang ada di lembaga yang bersifat inklusif, seperti sekolah alam indramayu misalnya, untuk anak anak berkebutuhan khusus biasanya selain disediakan layanan guru pendamping (shadow teacher) juga kurikulum sudah disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak tersebut sehingga dia akan mampu mengaksesnya dengan mudah karena kurikulumnya berupa kurikulum PPI (program pembelajaran individual) yang disediakan oleh pihak LSU (Lembaga Learning Support) di bawah tanggung jawab seorang psikolog.
Pada dasarnya, untuk kesuksesan anak menempuh pendidikan di pesantren orang tua perlu membantu anak dengan mempersiapkannya jauh jauh hari. Diantara upaya tersebut adalah dengan memasukan anak ke sekolah tingkat dasar yang mengintegrasikan pendidikan agama dan umum atau sekolah dengan program full day .
Selanjutnya, selain itu, Dukungan emosional, pemahaman terhadap kebutuhan individu anak, dan komunikasi terbuka antara pesantren, anak, dan orang tua sangat penting untuk memfasilitasi penyesuaian yang lebih baik.