INDRAMAYU, indramayunews.id – Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Indramayu Drs Dadang Oce Iskandar mendukung langkah Kepolisian Resor Indramayu yang melakukan penggeledahan. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik untuk mengusut tuntas dugaan kasus penyelewengan bantuan sosial (bansos) guna penanganan Covid_19.
“Silakan saja selidiki hingga tuntas lembaga yang baru beberapa bulan diduduki. Sebab, dugaan kasus tersebut konon katanya tahun sebelumnya. Bukan saat saya baru mimpin apa yang harus dipertanggungjawabkan,”jelasnya.
Oce menjelaskan, saat tim dari Unit Tipikor melakukan penggeledahaan di kantor, saya kebetulan lagi tidak berada di tempat. Lagi sedang menghadiri pemakaman ada keluarga yang meninggal dunia di Kecamatan Bongas.
“Yang jelas saya mendukung langkah Polres Indramayu. Akan tetapi harus mengedepankan azas tidak bersalah sebelum adanya keputusan tetap dari pengadilan,”imbuhnya.
Ketika disinggung berapa jumlah kerugian negara akibat dugaan korupsi dana bansos? Dia tidak tahu persis dan tidak tahu terkait kasus apa, tapi dari kabar yaitu terkait dengan dana baksos dalam rangka penanganan Pandemi Covid_19 di Indramayu.”Lihat saja prosesnya nanti. Kasusnya pasti akan terkuak”pungkasnya.
Menurut informasi yang dilansir wartawan ini di lapangan. Kasus dugaan penyelewengan dana baksos Covid-19 itu terjadi pada tahun 2020. Dana penanggulangan Covid saat itu jumlahnya ratusan miliar. Salah satunya untuk pengadaan masker sebanyak 2.500.000 buah masker. Disamping itu pengadaan bilik sebagai tempat penyemprotan di setiap kantor.
Menurut Dadang Hendrawan, pegiat korupsi di Indramayu mengindikasikan adanya dugaan penyelewengan yang dilakukan oleh oknum. Dicontohkannya pengadaan masker itu hanya main tunjuk sebuah PT yang beralamat di Benda Karangampel. Setelah kita cek alamat PT yang memenangkan tender pengadaan masker itu tidak ada di wilayah setempat.
Dari situ saja sudah salah, belum lagi harga per satu masker hanya seribu lebih saja. Dalam laporannya diduga 8 ribu lebih dan dari situ terjadi pembengkakan harga. Belum lagi dalam pembuatan bilik di setiap kantor itu hampir satu bilik mencapai Rp 50 juta. Padahal, kata dia, kalau kita hitung secara biaya yang real, satu bilik itu paling mahal 8 juta hingga 10 juta. Dan Berapa selisinga dan pantas kalau memang bener adanya kerugian negara miliaran rupiah.”Kami mendukung langkah Polres Indramayu. Karena satu tahun yang lalu kita melaporkan tentang adanya indikasi pemanfaatan dana Covid tak jelas,”pungkasnyam. (Sep)